Laporan Praktikum III Asisten: Anggraeni Ashory Suryani
m.k. Pengetahuan Bahan Baku
Industri Hasil Perairan
ANALISIS PROKSIMAT, EKSTRAKSI, DAN UJI FITOKIMIA PADATUMBUHAN API-API (Avicennia spp.)
Prisca Sari Paramudhita (C34100004)
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Tanggal: 13 Maret-17 April 2012
ABSTRAK
Tumbuhan api-api adalah salah satu jenis tumbuhan mangrove yang umum dijumpai di Indonesia. Tumbuhan ini dapat digunakan untuk keperluan pengobatan dan farmasi. Praktikum analisis proksimat, ekstraksi, dan uji fitokimia pada tumbuhan api-api (Avicennia spp.) bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia pada tumbuhan api-api dan senyawa bioaktif yang terdapat di dalamnya, serta membandingkan komposisi tumbuhan api-api dengan tumbuhan mangrove lainnya. Praktikum analisis proksimat dan ekstraksi dilakukan pada hari Selasa, 13 Maret 2012, sedangkan uji fitokimia dilakukan pada hari Selasa, 17 April 2012 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Teknologi Industri Hasil Perairan. Hasil analisis proksimat menunjukkan daun tumbuhan api-api memiliki kadar air sebesar 69,35 %, kadar abu sebesar 5,3 %, kadar lemak sebesar 13,8 %, dan kadar protein sebesar 3,42 %. Batang tumbuhan api-api memiliki kadar air sebesar 55 %, kadar abu sebesar 6,7 %, kadar lemak sebesar 0,8 %, dan kadar protein sebesar 2,9115 %. Uji fitokimia pada daun tumbuhan api-api menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, molish, benedict, ninhidrin, dan fenol hidrokuinon sedangkan hasil uji fitokimia pada batang tumbuhan api-api memiliki hasil positif pada uji molish, fenol hidrokuinon, ninhidrin, steroid, flavonoid, dan tanin. Hasil ekstraksi yang diperoleh sebesar 4,3812 gram untuk daun dan 3,0163 gram untuk kulit batang tumbuhan api-api.
Kata kunci: ekstraksi, fitokimia,kadar lemak, proksimat, tumbuhan api-api
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki jenis mangrove yang beragam. Menurut Wibowo et al. (2009) Indonesia memiliki 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Sebanyak 202 dari jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dikenal sebagai asociate mangrove.
Salah satu jenis mangrove yang banyak dijumpai di Indonesia adalah api-api (Avicennia spp.). Data Ditjen INTAG pada tahun 1984 menyebutkan Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan hutan seluas 4,25 juta ha. Hasil interpretasi citra landsat tahun 1992 luas mangrove yang tersisa sebesar 3,812 juta ha (Martodiwirjo 2004). Hasil penelitian Ditjen RRL pada tahun 2005 mengatakan luas hutan mangrove Indonesia tersisa sebanyak 9,2 juta ha. Produksi tumbuhan api-api dalam luas hutan mangrove di Indonesia mencapai setengah dari total keseluruhan luas hutan mengrove (Wiroatmodjo et al. 2000). Peranan api-api adalah sebagai tumbuhan pioneer atau perintis yang menempati zonasi terluar dari hutan mengrove (Zamroni dan Rohyani 2008). Klasifikasi Avicennia spp. menurut Wibowo et al. (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledone
Ordo : Myrtales
Famili : Verbenaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia spp.
Tumbuhan Avicennia spp. memiliki nama lokal diantaranya api-api putih, api-api abang, sia-sia putih, sie-sie, pejapi, nyapi, hajusia, dan pai. Avicennia spp. berbentuk belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, dengan ketinggian pohon bisa mencapai 30 meter. Mangrove ini memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil (berbentuk asparagus), akar nafas tegak. Kulit kayu memiliki tekstur halus dengan burik hijau-abu dalam bagian kecil (Wiroatmodjo et al. 2000). Tumbuhan api-api memiliki kemampuan untuk menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut (Zamroni dan Rohyani 2008).
Beberapa jenis Avicennia spp. dapatmenghasilkan bahan untuk keperluan pengobatan dan farmasi (Wibowo et al. 2009). Hal ini yang membuat perlu dilakukannya analisis proksimat, ekstraksi, dan uji fitokimia pada tumbuhan Avicennia spp. untuk mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam Avicennia spp. melalui pengujian fitokimia. Analisis proksimat yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas bahan pangan terutama pada standar zat makanan (Tilman et al. 2001).
Tujuan praktikum ini adalah melakukan analisis proksimat, ekstraksi, dan uji fitokimia kualitatif pada tumbuhan Avicennia spp. serta membandingkan komposisi senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun dan kulit batang Avicennia spp.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum analisis proksimat dan ekstraksi dilakukan pada hari Selasa, 13 Maret 2012, sedangkan uji fitokimia dilakukan pada hari Selasa, 17 April 2012 pada pukul 10.30 WIB sampai pukul 13.00 WIB di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Teknologi Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum estraksi dan uji proksimat Avicennia spp. adalah tumbuhan Avicennia spp., asam sulfat 2N, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, dan metanol. Bahan yang diperlukan pada analisis kadar lemak Avicennia spp. adalah K2SO4, HgO, H2SO4, H2O2, asam borat, dan HCl.
Alat yang digunakan adalah rotary vacuum evaporator, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur, pisau, telenan, alumunium foil, timbangan analitik, kapas, cawan porselen, oven, desikator, timbangan analitik, kertas saring, kapas, selongsong lemak, labu lemak, tabung Soxhlet, kompor listrik, tanur pengabuan, orbital shaker, dan alat tulis.
Prosedur Kerja
Praktikum pada Avicennia spp. dimulai dengan analisis proksimat bahan. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar abu pada Avicennia spp. Analisis kadar lemak, dilakukan dengan pemasukan sampel ke dalam kertas saring yang pada kedua ujung bungkusnya ditutup dengan kapas bebas. Setelah ditutup, kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak. Labu lemak dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet dan direfluks selama 6 jam. Setelah proses refluks labu lemak kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 105 oC. Diagram alir analisis kadar lemak disajikan pada Gambar 1.
Pemasukkan dalam labu lemak, ruang ekstraktor soxhlet, dan penyiraman dengan n-heksana
|
Perefluksan selama 6 jam
|
Pengeringan labu lemak dan pendinginan di desikator
|
Penghancuran Avicennia spp. |
Penimbangan sampel sebesar 25 gr |
Analisis proksimat |
Pemasukkan dalam kertas saring dan selongsong lemak
|
Kadar lemak |
Gambar 1 Diagram alir analisis kadar lemak kulit batang dan daun Avicennia spp.
Ekstraksi Avicennia spp. dilakukan dengan penimbangan masing-masing sampel sebesar 25 gram. Sampel yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel ditambahkan pelarut metanol 1:3. Labu erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas dan alu. Maserasi dilakukan selama 48 jam dengan kecepatan 150 rpm. Hasil maserasi kemudian disaring menggunakan kertas saring. Diagram alir proses ekstraksi disajikan pada Gambar 2.
Sampel |
Penimbangan sampel sebesar 25 gr |
Penghancuran sampel |
Pemasukan dalam erlenmeyer
|
Penambahan pelarut 75 ml
|
Penutupan dengan kapas
|
Maserasi 48 jam 150 rpm
|
Penyaringan kertas saring Whatman 42
|
Hasil ekstraksi |
Gambar 2 Diagram alir ekstraksi Avicennia spp.
Uji fitokimia terdiri dari berbagai uji seperti alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, ninhidrin, dan biuret.
Alkaloid
Sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan 3 pereaksi yaitu Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Hasil positif uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff menghasilkan warna merah hingga jingga. Hasil positif pada pereaksi Meyer menghasilkan warna putih kekuningan, dan hasil positif pereaksi Wagner akan menghasilkan warna endapan cokelat.
Steroid/Triterpenoid
Sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform. Sampel kemudian diteteskan dengan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Warna merah yang terbentuk pertama kali dan berubah menjadi warna biru dan hijau menunjukkan hasil positif terhadap uji.
Flavonoid
Sampel ditambahkan dengan serbuk magnesium sebanyak 0,1 mg. Warna merah, kuning, atau jingga yang terbentuk menunjukkan adanya flavonoid.
Saponin (Uji Busa)
Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diletakkan di dalam air yang telah mendidih. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan sebanyak 1 tetes HCl 2 N. Hasil positif menunjukkan adanya saponin pada suatu bahan.
Fenol hidrokuinon
Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dalam 20 ml etanol 70 %. Larutan yang dihasilkan diambil 1 ml untuk diuji dengan FeCl3 5 %. Warna hijau atau hijau biru yang dihasilkan menunjukkan adanya fenol.
Uji Molish
Prosedur kerja uji molish yaitu sampel diteteskan dengan 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat. Adanya lapisan berwarna ungu pada sampel menunjukkan uji positif molish.
Uji Benedict
Prosedur kerja uji benedict dilakukan dengan sampel yang diteteskan ke larutan benedict, dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Warna merah, kuning, hijau yang terbentuk menunjukkan uji positif.
Uji Biuret
Prosedur kerja uji biuret yaitu 1 ml sampel ditambahkan dengan 4 ml pereaksi biuret kemudian dikocok. Warna ungu yang dihasilkan menunjukkan adanya ikatan peptida pada sampel.
Uji Ninhidrin
Prosedur kerja uji ninhidrin yaitu 2 ml sampel ditambahkan dengan larutan ninhidrin 0,1 %, kemudian dipanaskan selama 10 menit. Larutan yang berwarna biru menunjukkan hasil positif asam amino.
Uji Tanin
Prosedur kerja uji tanin yaitu sampel yang ada ditambahkan tetes demi tetes larutan FeCl3 hingga didapatkan perubahan warna larutan menjadi merah yang menandakan uji positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis proksimat dilakukan untuk mengidentifikasi komposisi kimia dari tumbuhan api-api (Avicennia spp.). Analisis proksimat memiliki beberapa keunggulan yakni merupakan metode umum yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan, tidak membutuhkan teknologi yang canggih dalam pengujiannya, menghasilkan hasil analisis secara garis besar, dapat menghitung nilai total digestible nutrient (TDN) dan dapat memberikan penilaian secara umum pemanfaatan dari suatu bahan pangan. Analisis proksimat juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya tidak dapat menghasilkan kadar dari suatu komposisi kimia secara tepat, tidak dapat menjelaskan tentang daya cerna serta testur dari suatu bahan pangan (Utomo 2000).
Analisis proksimat saat praktikum dilakukan pada daun dan kulit batang Avicennia spp. Hasil analisis proksimat daun dan batang tumbuhan api-api disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis proksimat daun dan batang Avicennia spp.
Jaringan | Lemak
(%) |
Protein
(%) |
Air
(%) |
Abu
(%) |
Kulit batang | 0.8 | 2.9115 | 55 | 6.7 |
Daun | 13.8 | 3.4179 | 69.35 | 5.3 |
Tabel 1 menunjukkan kulit batang tumbuhan api-api memiliki kadar air sebesar 55 %, kadar abu 6,7 %, kadar lemak sebesar 0,8 %, dan kadar protein sebesar 2,9115 %. Daun tumbuhan api-api memiliki kadar air sebesar 69,35 %, kadar abu sebesar 5,3 %, kadar lemak sebesar 13,8 %, dan kadar protein sebesar 3,4179 %.
Pengujian kadar lemak menunjukkan tumbuhan api-api mengandung lemak dalam kadar yang cukup rendah yaitu 0,8 % pada kulit batang dan 13,8 % dalam daun. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan kandungan air tumbuhan api-api yang sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun secara drastis. Yunizal et al. (1998) dalam Erliza (2006) mengatakan kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak. Hubungan tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak, apabila kadar air yang terkandung di dalam bahan cukup tinggi. Kadar lemak di daun tumbuhan api-api lebih tinggi dibanding di batang. Hidayat (2002) mengatakan hal ini disebabkan adanya lapisan lilin yang terdapat di daun. Kadar lemak tumbuhan api-api Avicennia marina (0,34 %) lebih rendah dibanding Avicennia alba (0,60 %). Perbedaan ini dapat terjadi karena pengaruh beberapa faktor, yaitu umur, hábitat, ukuran dan makanan.
Hasil pengujian kadar protein menunjukkan bahwa batang tumbuhan api-api memiliki protein dalam jumlah 2,9115 % dan daun 3,4 %. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan daun tumbuhan api-api Avicennia lanata yang mengandung protein sebesar 9,08 % (Wibowo et al. 2009). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu hábitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan, dan laju perkembangan.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Tumbuhan terdiri dari 96 % bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Proses pembakaran akan membakar bahan organik namun komponen anorganik tidak terbakar (Winarno 2008). Hasil pengujian kadar abu total menunjukkan tumbuhan api-api mengandung kadar abu sebesar 6,7 % pada batang dan sekitar 5,3 % pada daun. Menurut Handayani (2006) batang memiliki kadar abu yang lebih tinggi karena bersifat salt accumulation, sedangkan daun bersifat salt accumulation dan salt filtration. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan hábitat dan lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme yang hidup di dalamnya. Setiap organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral, sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing-masing bahan.
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan. Jumlah kadar air dalam suatu bahan ikut menentukan kestabilan dari bahan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak (Winarno 2008). Kadar air pada tumbuhan api-api sangat tinggi (>50 %). Air pada tumbuhan api-api lebih banyak terdapat di daun dibanding di batang.
Ekstraksi adalah proses untuk menghasilkan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisisa nabati atau simplisisa hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Erliza 2006). Tujuan ekstraksi adalah memisahkan bahan padat dan bahan cair suatu zat dengan bantuan pelarut. Ekstraksi dapat memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi bahan alam umumnya dilakukan untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Tohir 2010).
Metode akstraksi yang digunakan dalam praktikum adalah ekstraksi tunggal. Ekstraksi tunggal hanya menggunakan 1 jenis pelarut. Praktikum tumbuhan api-api Avicennia spp. menggunakan pelarut polar yakni metanol. Handoko (1995) dalam Hidayat (2002) mengatakan pemilihan metanol sebagai pelarut didasarkan beberapa pertimbangan yakni selektivitas, kelarutan, kerapatan, reaktivitas, dan titik didih. Metanol memiliki beberapa keunggulan sebagai pelarut yakni memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar, beda kerapatan yang signifikan dengan tumbuhan api-api sehingga mudah dipisahkan. Metanol tidak bersifat racun, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif, dan mudah didapatkan. Pelarut metanol memiliki titik didih yang tidak begitu tinggi yakni 65 oC sehingga mudah larut dalam panas. Metanol memiliki massa jenis 0,791 g/ml, dan konstanta dielektrik sebesar 33.
Hasil ekstraksi yang diperoleh pada saat praktikum sebesar 4,3812 gram untuk daun dan 3,0163 gram untuk kulit batang. Hasil ekstraksi menurut Harborne (1984) dalam Erliza (2006) sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel.
Jenis ekstraksi bahan alam yang umum dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan cara melakukan refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi, perkolasi, dan alat soxhlet (Harbone 1987 dalam Erliza 2006).
Prinsip ekstraksi secara soxhletasi dengan melakukan ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Cairan penyari jika mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi, demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Erliza 2006).
Ekstraksi secara perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya (Tohir 2010).
Ekstraksi secara maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan (Erliza 2006).
Ekstraksi secara refluks pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak yang dididihkan. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali selama 4 jam (Harbone 1987 dalam Erliza 2006)
Ekstraksi secara penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat aktifnya (Dirjen POM 2012).
Prinsip Rotavapor dilakukan dengan proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10 ºC di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dengan bantuan vakum evaporator dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
Digestimerupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) yang dilakukan pada suhu lebih tinggi dari suhu ruangan, secara umum dilakukan pada suhu 40 ºC – 50 ºC. Infusa merupakan proses ekstraksi dengan merebus sampel (khususnya simplisia) pada suhu 90 oC.
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif dalam suatu bahan (Wibowo 2009). Uji fitokimia yang dilakukan pada batang dan daun tumbuhan api-api disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Uji fitokimia pada kulit batang dan daun Avicennia spp.
Uji |
Batang |
Daun |
Alkaloid |
– |
+ |
Dragendrof |
– |
+ |
Meyer |
– |
– |
Wagner |
– |
+ |
Steroid |
+ |
– |
Flavonoid |
+ |
– |
Saponin |
– |
– |
Tanin |
+ |
– |
Molisch |
+ |
+ |
Bannedict |
– |
+ |
Fenol H. |
+ |
+ |
Ninhidrin |
+ |
+ |
Biuret |
– |
– |
Uji fitokimia pada daun tumbuhan api-api menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, molish, benedict, ninhidrin, dan fenol hidroquinon sedangkan hasil uji fitokimia pada batang tumbuhan api-api memiliki hasil positif pada uji molish, fenol hidrokuinon, ninhidrin, steroid, flavonoid, dan tanin.
Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007 dalam Tohir 2010). Alkaloid memiliki fungsi dalam bidang farmakologis antara lain sebagai analgetik (menghilangkan rasa sakit), mengubah kerja jantung, mempengaruhi peredaran darah dan pernafasan, antimalaria, stimulan uterus dan anaestetika lokal. Sumber senyawa alkaloid potensial adalah tumbuhan yang tergolong dalam kelompok angiospermae dan jarang atau bahkan tidak ditemukan pada tumbuhan yang tergolong dalam kelompok gimnospermae misalnya paku-pakuan, lumut dan tumbuhan tingkat rendah lain (Harborne 1987 dalam Tohir2010). Alkaloid pada tumbuhan dipercaya sebagai hasil metabolisme dan merupakan sumber nitrogen. Kebanyakan alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu lama (Lenny 2006 dalam Tohir 2010). Daun tumbuhan api-api positif terhadap alkaloid sementara batang tumbuhan api-api menunjukkan hasil yang negatif. Wibowo et al. (2009) mengtakan batang dan daun tumbuhan mangrove jenis Avicennia alba positif terhadap alkaloid. Perbedaan hasil yang didapatkan dapat disebabkan perbedaan hábitat, makanan yang didapat, dan kesalahan praktikum.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Terpenoid memiliki beberapa nilai kegunaan bagi manusia, antara lain minyak atsiri sebagai dasar wewangian dan rempah-rempah sebagai cita rasa dalam industri makanan. Fungsi terpenoid bagi tumbuhan adalah sebagai pengatur pertumbuhan, karotenoid sebagai pewarna dan memiliki peran membantu fotosintesis. Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid. Adapun contohnya adalah sterol, sapogenin, glikosida jantung dan vitamin D. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987 dalam Tohir 2010). Daun tumbuhan api-api menunjukkan hasil negatif pada uji steroid/triterpenoid sedangkan batang tumbuhan api-api menunjukkan hasil positif. Wibowo et al. (2009) mengatakan tumbuhan mangrove Avicennia alba, Avicennia lanata,dan Avicennia marina menunjukkan hasil positif pada uji steroid. Perbedaan hasil yang didapatkan dapat disebabkan oleh perbedaan hábitat, umur tanaman, makanan yang didapat oleh tumbuhan, dan konsentrasi reagen yang digunakan.
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid merupakan inhibitor kuat terhadap peroksidasi lipida, sebagai penangkap oksigen atau nitrogen yang reaktif dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Sirait 2007 dalam Tohir 2010). Hasil praktikum menunjukkan daun tumbuhan api-api menunjukkan hasil negatif pada uji flavonoid sedangkan batang tumbuhan api-api menunjukkan hasil positif. Wibowo et al. (2009) mengatakan tumbuhan mangrove seperti Avicennia alba, Avicennia lanata, dan Avicennia marina menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid. Perbedaan hasil yang didapatkan dapat disebabkan oleh perbedaan hábitat, umur tanaman, makanan yang didapat oleh tumbuhan, dan konsentrasi reagen yang digunakan.
Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon untuk tujuan identifikasi dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Hasil praktikum menunjukkan daun dan kulit batang tumbuhan api-api menunjukkan hasil positif pada uji fenol hidrokuinon. Wibowo et al. (2009) mengatakan tumbuhan mangrove seperti Avicennia alba, Avicennia lanata, dan Avicennia marina menunjukkan hasil positif pada uji fenol hidrokuinon kecuali pada daun. Perbedaan hasil yang didapatkan dapat disebabkan oleh perbedaan hábitat, umur tanaman, makanan yang didapat oleh tumbuhan, dan konsentrasi reagen yang digunakan.
Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yang terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tanin adalah digallic acid dan D-glukosa. Tanin diharapkan mampu mensubstitusi gugus fenol dan resin fenol formaldehida yang berguna untuk mengurangi pemakaian fenol sebagai sumberdaya alam tak terbarukan. Tanin dapat menghambat aktivitas beberapa enzim pencernaan seperti tripsin, kimotripsin, amilase, dan lipase. Tanin juga terbukti dapat menghambat absorpsi besi (Tohir 2010). Hasil praktikum menunjukkan daun tumbuhan api-api negatif pada uji tanin dan kulit batang menunjukkan hasil positif. Menurut Wibowo et al. (2009) tumbuhan Avicennia alba, Avicennia lanata, dan Avicennia marina menunjukkan hasil positif pada uji tanin kecuali pada kayu. Perbedaan hasil yang didapatkan disebabkan oleh perbedaan hábitat, umur tanaman, makanan yang didapat oleh tumbuhan, dan konsentrasi reagen yang digunakan.
Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan heomolisis sel darah merah (Erliza 2006). Hasil praktikum menunjukkan daun dan batang tumbuhan api-api negatif terhadap uji saponin. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Wibowo et al. (2009) yang mengatakan tumbuhan api-api positif mrngandung saponin. Perbedaan dalam praktikum disebabkan perbedaan varietas tumbuhan api-api, perbedaan habitat, dan perbedaan perlakuan.
Uji molish dan benedict digunakan untuk mengetehui ada tidaknya gula pereduksi. Hasil uji molish menunjukkan daun dan kulit batang tumbuhan api-api positif mengandung gula pereduksi. Hasil uji benedict negatif terhadap batang tumbuhan api-api. Hal ini menunjukkan batang mengandung gula pereduksi ketosa karena gula pereduksi ketosa tidak dapat terdeteksi oleh uji benedict.
Uji biuret dan ninhidrin digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan ikatan peptida dalam bahan. Uji ninhidrin menunjukkan hasil positif dapat daun dan batang. Hasil positif ditunjukkan oleh warna larutan yang berubah menjadi biru. Hasil yang didapat sesuai dengan hasil uji proksimat, karena daun dan batang memiliki kadar protein berkisar antara 2,9 % sampai 3,4 %. Hasil uji biuret tidak sesuai dengan percobaan lainnya. Kesalahan dalam praktikum dapat disebabkan oleh kontaminasi bahan, kesalahan prosedur, dan ketidaktelitian dalam percobaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil analisis proksimat yang dilakukan pada tumbuhan api-api (Avicennia spp.) menunjukkan daun tumbuhan api-api memiliki kadar air sebesar 69,35 %, kadar abu sebesar 5,3 %, kadar lemak sebesar 13,8 %, dan kadar protein sebesar 3,4179 %. Batang tumbuhan api-api memiliki kadar air sebesar 55 %, kadar abu sebesar 6,7 %, kadar lemak sebesar 0,8 %, dan kadar protein sebesar 2,9115 %. Ekstraksi pada tumbuhan api-api digunakan memisahkan bahan padat dan bahan cair dengan bantuan pelarut. Filtrat hasil ekstraksi digunakan sebagai sampel uji fitokimia tumbuhan api-api. Daun tumbuhan api-api menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, molish, benedict, ninhidrin, dan fenol hidroquinon sedangkan hasil uji fitokimia pada batang tumbuhan api-api memiliki hasil positif pada uji molish, fenol hidrokuinon, ninhidrin, steroid, flavonoid, dan tanin.
Pengujian fitokimia pada tumbuhan api-api (Avicennia spp.) perlu menggunakan bagian lain dalam tumbuhan tersebut agar perbandingan komposisi kimia Avicennia spp. dapat diketahui. Diperlukan pengujian kuantitatif pada uji fitokimia agar persentase kandungan bioaktif bahan dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 2012. Ekstraksi. Jakarta: Ditjen POM Departemen Kesehatan RI.
Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 2005. Inventarisasi dan Identifikasi Hutan Bakau (Mangrove) yang Rusak di Indonesia. Jakarta: PT Insan Mandiri Konsultan.
Erliza N. 2006. Ekstraksi Giberalin dari Akar Eceng Gondok. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Handayani T. 2006. Bioakumulasi logam berat dalam mangrove Rhizophora mucnata dan Avicennia marina di Muara Angke Jakarta. Teknik Lingkungan 7(3): 266-270
Hidayat R. 2002. Kajian Ritme Pertumbuhan Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Martodiwirjo, S. 2004. Kebijaksanaan Pengelolaan dan Rehabilitasi Hutan Mangrove dalam Pelita VI. [Bahan Diskusi Panel Pengelolaan Hutan Mangrove] Denpasar: Mangrove Center, 26-28 Oktober 2004.
Tilman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawiro K, dan Lebdosoekoekojo S. 2001. IlmuMakananTernakDasar. Yogyakarta: Gajah mada University Press.
Tohir AM. 2010. Teknik ekstraksi dan aplikasi beberapa pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak (spodoptera litura fabr.). Buletin Teknik Pertanian 15 (1): 37-40.
Utomo R. 2000. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Yogyakarta: Fakultas Peternakan UGM
Wibowo C, Kusmana C, Suryani A, Hartati Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia spp.) sebagai bahan Pangan dan Obat. [Prosiding Seminar Hasil-Hasil penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Zamroni Y dan Rohyani IS. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di perairan Teluk Sepi, Lombok Barat. Biodiversitas IX(4): 284-287.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.
Wiroatmodjo P, Alrasyd H, Salim S, Mlia F, Meity S. 2000. Pemanfaatan dan Rehabilitasi Hutan Mangrove Indonesia. Prosiding seminar strategi nasional pengelolaan hutan mangsrove. Hal 84-96.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Morfologi tumbuhan api-api (Avicennia spp.)
Lampiran 2 Perhitungan kadar air tumbuhan api-api (Avicennia spp.)
DAUN
Pengulangan 1: cawan kosong = 27,54 gram
Sampel awal = 5,00 gram
Berat cawan + sampel kering = 29,07 gram
Pengulangan 2: cawan kosong = 25,44 gram
Sampel awal = 5,00 gram
Berat cawan + sampel kering = 26,99 gram
Hasil Perhitungan
Pengulangan 1 = 69,40%
Pengulangan 2 = 69,00%
Kadar air total = 69,35%
KULIT BATANG
Pengulangan 1: cawan kosong = 19,64 gram
Sampel awal = 5,00 gram
Berat cawan + sampel kering = 21,87 gram
Pengulangan 2: cawan kosong = 24,96 gram
Sampel awal = 5,00 gram
Berat cawan + sampel kering = 27,23 gram
Hasil Perhitungan
Pengulangan 1 =55,4%
Pengulangan 2 =54,6%
Kadar air total =55,0%
Lampiran 3 Perhitungan kadar abu tumbuhan api-api (Avicennia spp.)
DAUN
Pengulangan 1: cawan kosong = 28,69 gram
Sampel awal = 5,00 gram
Berat cawan + sampel kering = 28,96 gram
Pengulangan 2: cawan kosong = 27,55 gram
Sampel awal = 5,00 gram
Berat cawan + sampel kering = 27,81 gram
Kadar abu = berat abu/berat sampel awal x 100%
Hasil Perhitungan
Pengulangan 1= 5,4%
Pengulangan 2= 5,2%
KULIT BATANG
Pengulangan 1: cawan kosong =29,66 gram
Sampel awal =5,00 gram
Berat cawan + sampel kering =29,99 gram
Pengulangan 2: cawan kosong =24,63 gram
Sampel awal =5,00 gram
Berat cawan + sampel kering =24,97 gram
Kadar abu = berat abu/berat sampel awal x 100%
Hasil Perhitungan
Pengulangan 1=6,6%
Pengulangan 2=6,8%
Lampiran 4 Perhitungan kadar protein tumbuhan api-api (Avicennia spp.)
DAUN
Labu awal : 76,99 gram
Labu akhir : 77,68 gram
N HCl : 0,1446 N
FP : 10
V HCl : 0,27 ml
KULIT BATANG
N HCl : 0,1446 N
FP : 10
V HCl : 0,23 ml
Lampiran 5 Perhitungan kadar lemak tumbuhan api-api (Avicennia spp.)
DAUN
Labu awal : 76,99 gram
Labu akhir : 77,68 gram
Berat Sampel : 5 gram
Kadar lemak %= 13,8 %
KULIT BATANG
Labu awal : 77,65 gram
Labu akhir : 77,69 gram
Berat Sampel : 5 gram
Kadar lemak %= 0,8 %
Lampiran 6 Hasil uji fitokimia
Tabel hasil uji fitokimia tanaman api-api (Avicennia spp.)
Uji |
Hasil Uji (+/-) |
Warna |
||
Batang | Daun | Batang | Daun | |
Alkaloid | ||||
a. Dragendroff | – | + | jingga | Kuning |
b. Meyer | – | – | kuning | kuning |
c. Wagner | – | + | cokelat | hita |
Steroid | + | – | kuning | Hijau kemerahan |
Flavonoid | + | – | Abu-abu | kuning |
saponin | – | – | Tidak ada busa | Tidak ada busa |
Fenol hidrokuinon | + | + | Hijau pekat | Hijau |
Tanin | + | – | hitam | Merah |
molisch | + | + | Cincin ungu | Cincin ungu |
benedict | + | + | Merah bata | Hijau |
ninhidrin | + | – | cokelat | Biru kehijauan |